Belakangan ini pembaca sering disuguhkan topik masalah CSR. Perda CSR adalah pembahasan yang menimbulkan polemik di masyarakat. Sehubungan dengan itu saya tertarik mengulas CSR dari sisi yang lain. Tentunya CSR yang saya maksud adalah yang berpedoman pada CSR ISO 26000. Perjalanan ISO 26000 cukup berliku, ada pembahasan si sejumlah negara selama rentang waktu yang panjang. Draft ISO 26000 selesai pada tahun 2009, lalu diimplementasikan pada tahun 2010.
Ruang lingkup CSR ISO 26000 sesungguhkan mencakup 7 bidang yakni : Tata Kelola Perusahaan, Hak Asasi Manusia, Praktek Perburuhan, Lingkungan , Praktek Operasional yang adil, Isu Konsumen, Keterlibatan masyarakat dan pengembangannya. Pelaku CSR yang kini hanya bergelut di bidang pengembangan masyarakat melalui program charity hanyalah salah satu bagian dari Keterlibatan masyarakat dan pengembangannya.
Ketika pemerintah mengajukan usulan Perda tentang CSR saya tidak terkejut bila pemerintah hanya melihat dari sisi kewajiban perusahaan mengalokasikan dana CSR. Kenapa? Karena paradigma yang dipakai selama ini adalah praktek CSR yang dibungkus pada kegiatan Charity, bukan CSR ISO 26000.
Kita tahu bersama jauh hari sebelum ISO 26000 hadir, sejak tahun 1990 an sudah ada perusahaan di Batam yang melaksanan praktek CSR (aspek pendekatan adalah pengembangan masyarakat ) . Sedangkan CSR ISO 26000 baru selesai draftnya tahun 2009 dan diimplementasikan pada tahun 2010. Ketika terjadi landasan berpikir CSR yang berbeda di lapangan itu adalah wajar.
Saya coba berdiskusi dengan teman- teman tentang polemik Perda CSR yang hangat dibahas saat ini. Saya hanya melihat dari sisi standarisasi penerapan CSR secara menyeluruh di dunia yang sudah dikemas dalam CSR ISO 26000. Saya sangat setuju kalau CSR ISO 26000 diterapkan. Alasan saya sederhana. Kalau CSR ISO 26000 diterapkan di masyarakat kita akan (semoga) merasakan banyak manfaat, diantaranya akan memajukan dunia usaha, meningkatkan image positif perusahaan, lingkungan hidup terpelihara, hak asami manusia ditegakkan, hubungan industrial yang harmonis dijalankan, menjauhi praktek korupsi nepotieme dan kolusi, menghindari penyogokan, menghindari kartel dan monopoli. Masyarakat dilibatkan dan dikembangan dari segi kemandirian, pendidika, kesehatan, dan teknologi. Bukankan ini sangat berguna dan ideal.
Kalau kita bahas ketujuh ruang lingkup CSR ISO 26000 kita akan melihat bidang tanggungjawab yang tidak hanya jadi urusan perusahaan saja, tapi menjadi tanggungjawab semua orang. Dari sisi Tata kelola Perusahaan. Ada prinsip dasar yang menjadi pedoman yakni Transparansi (keterbukaan informasi), Akuntabilitas, Pertanggungjawaban, Kemandirian, Kesetaraan dan Kewajaran. Dari sisi Hak asasi manusia ditegakkan maka tidak ada lagi perlakuan diskriminasi upah pekerja wanita dan pria, diskriminasi pekerjaan pekerja wanita dan pria, diskriminasi terhadap pekerjaan terhadap orang cacat. Dari sisi Praktek perburuhan maka jaminan sosial pekerja wajib diberikan, upah tidak boleh dibawah standar UMK, Ada perjanjian kerja yang mengikat antara pekerja dan pengusaha.
Dari sisi Lingkungan, ada beberapa hal yang bisa kita lakukan (tanggungjawab) yakni menjaga kelestarian hutan, megurangi pemakaian energi fosil, mengurangi pemanasan global, mencegah polusi. Menggunakan sumber daya yang berkelanjutan, mitigasi dan perusabahn terhadap perubahan iklmim, perlindungan dan pemulihan lingkungan .
Dari segi Praktek operasional yang adil tanggungjawab kita adalah anti korupsi, keterlibatan yang bertanggungjawab dalam politik, kompetisi yang adil.
Dari sisi Konsumen, tanggungjawab kita adalah melakukan praktek pemasaran, informasi dan kontrak yang adil. Bertanggungjawab terhadap kesadaran dan keselamatan konsumen, bertanggungjawab terhadap konsumsi yang berkelanjutan, menjaga data dan privasi konsumenh.
Dari segi tanggungjawab terhadap keterlibatan masyarakat dan pengembangannya adalah melibatkan dan mengembangankan masyarakat, menciptakan lapangan kerja, pengembangan teknologi, pendidikan dan kebudayaan, kesehatan hingga peningkatan kapasitas masyarakat.
Ruang lingkup yang diperlihatkan di atas dari ketujuh bidang hanyalah acuan pelaksanaan, bukan harga mati harus sama dengan pedoman yang ada dalam CSR ISO 2600 karena tiap tiap daerah dan negara yang mengacu pada CSR ISO 26000 memiliki latar belakang budaya, sosial dan lingkungan yang berbeda. Sekali lagi ISO 26000 hanyalah pedoman.
Pertanyaan sekarang apakah CSR harus diukur dari sisi Dana? Jawabnya tentu tidak. Karena kalau melihat CSR dari sisi pengalokasian dana semata yang digunakan pada aspek keterlibatan dan pengembangan masyarakat lalu bagaimana dengan keenam ruang lingkup CSR ISO 26000 lainnya.
Tidak semua aspek yang ada dalam CSR ISO 26000 tersebut diselesaikan dengan dana tetapi yang dibutuhkan adalah etika dan komitmen. Bisa terjadi praktek yang berlawanan, kalau kita melihat CSR hanya dari sisi dana, misalnya di satu sisi ada perusahaan yang setia membawar dana CSR namun di satu sisi perusahaan tersebut aktif melakukan sogokan untuk memuluskan proyek mereka. Atau sang perusahaan aktif membayar dana CSR namun upah karyawannya sendiri di bawah UMK. Kemudian perusahaan tersebut dikatakan sebagai perusahaan yang peduli CSR dan mendapat penghargaan lalu dimuat di media massa.
CSR sesuangguhnya bukan pencitraan perusahaan. CSR juga bukan tentang ceremony. CSR bukan masalah pengalokasian dana. Ada kontradiksi dimana sejumlah perusahaan di Indonesia dikatakan berprestasi dalam menjalankan CSR sedangkan disisi lain berdasarkan data akurat pengusaha Indonesia yang melakukan bisnis di luar negeri dikenal sebagai tukang sogok.
Melihat dari kondisi tersebut sebaiknya pelaksanaan CSR bukan lagi jadi tanggungjawab perusahaan semata tapi menjadi tanggungjawab semua pihak. Kenapa saya katakan demikian karena CSR ISO 26000 kalau diaplikasikan sebetulnya tergantung etika dan komitmen kita kok. Misalnya komitmen tidak melakukan korupsi, sogokan, monopoli usaha, pencemaran atau konsumsi energi fosil secara berlebihan.
Kita harusnya malu saat bangsa Indonesia masuk rangking empat dari bawah sebagai negara tukang sogok tingkat dunia setelah China, Rusia dan Meksiko. Indonesia harusnya malu karena korupsi berada pada tangking 47 dari 66 negara. Dengan adanya implementasi CSR ISO 26000 maka korupsi adalah musuh utama perusahaan. Nah urusan perlawanan terhadap korupsi bukan hanya tugas perusahaan tapi tugas semua orang. Begitu pun pada aspek penghematan sumber daya alam berbasis fosil (minyak , gas, batu bara). Sesuai CSR ISO 26000 urusan lingkungan hidup adalah salah satu bidang yang harus rawat. Perusahaan tentunya berusaha melakukan penghematan misalnya mengganti lampu pijar dengan lampu hemat energi. Perushaan tambang bertanggungjawab melakukan recovery terhadap lahan yang sudah ditambang menjadi lahan yang terpelihara keseimbangan ekosistemnya. Tugas menjaga lingkungan bukan hanya milik perusahaan tapi juga tanggungjawab semua pihak.
Saya menyarankan kepada Regulator, kalau mau buat Perda yang berhubungan dengan CSR mungkin bisa membuat Perda dari salah satu ruang lingkup CSR ISO 26000, mislanya Perda dari sisi lingkungan hidup. Memberi penekanan pada penghematan sumber daya. Misalnya Perda larangan menggunakan lampu pijar yang boros energi listrik. Perda Larangan menggunakan energi listrik berbasis fosil untuk lampu penerangan dengan menggunakan energi matahari, panas bumi, atau energi angin. Berdasarkan data, cadangan Minyak Indonesia habis dalam 12 tahun mendatang. Cadangan minyak Indonesia saat tersisa 3,8 miliar barel. Kalau diambil 900 ribu barel per hari, 12 tahun kemudian cadangan tersebut akan habis.
Di China ada Walikota Xia bernama Shi Zhengrong, dia adalah pemimpin dalam pembuatan sel surya fotovoltaik silikon yang mengubah cahaya matahari menjadi energi listrik. Belajarlah sampai ke Negeri China.
Komentar Terbaru