Tulisan Fiksi Karya M. Rusli
Udin sudah setahun menyelesaikan kuliahnya di Universitas Muslim Indonesia (UMI) Makassar. Gelar sarjana sudah di raih. IPK 3,5. Harusnya Udin sudah mendapatkan pekerjaan layak karena cerdas. Tapi kenyataan tidak semudah membalik tangan. Sudah berkali kali Udin mengikuti seleksi calon Pegawai Negeri Sipil di Makassar tapi selalu kalah di penentuan akhir. Udin heran kenapa beberapa teman temannya mudah lolos diterima sebagai PNS padahal prestasi akademik biasa saja dan tidak punya pengalaman organisasi. Udin membatin, “Ah mungkin bukan rejeki ku di jalur PNS.”
Udin membuang impian menjadi PNS ia tak mau menganggur. Ia teringat buku buku motivasi yang sering ia lahap saat duduk di meja perpustkaan. Buka berjudul Awaken The Giant Within karya Anthony Robbins adalah buku kesukaan Udin. Anthony Robbins mengatakan bahwa sumber daya yang paling mahal itu bukan pabrik, uang, tanah, hutan, emas. Sumber daya yang paling mahal itu adalah karakter, intregritas.
Udin juga paham kalau Hampir semua tokoh besar di bidang bisnis tidak dilahirkan tapi dibentuk. Udin mengepalkan tangannya kuat. Udin berprinsip, kuliah bukan untuk kerja tapi untuk pintar. Bekerja bisa di mana saja asalkan halal.
Udin adalah orang yang sangat berintegritas. Karakternya sangat bagus. Ia selalu mengingat nasehat Ibunya. Jalani hidup dengan berkah. Jangan Pernah terjebak dengan cara cara yang tidak halal dalam mencari rejeki. Prinsip Ibu Udin ternyata tak jauh beda dengan Anthony Robbins.
Udin tak lagi antusias menjadi PNS. Ia coba mendaftar bekerja pada sebuah restoran. Job des Udin sebagai bagian Cleaning Service. Pagi jam tujuh ia sudah berada di restoran, membersihkan lantai, meja, kursi, membuang sampah. Pukul 7 pagi hingga pukul 5 sore Udin bekerja di restoran. Ia diupah di bawah standar Upah minimum. Karena butuh uang Udin tak protes. Lagi pula ia masih sendiri. Gaji sebulan sudah bisa ia tabung dan sebagian ia berikan ke Ibunya.
Malam hari Udin menjadi instruktur bahasa Inggris di lembaga pelatihan bahasa asing di sebuah Ruko Tamalanrea Makassar. Udin punya banyak anak murid dan disukai oleh murid muridnya.
Penghasilan sebagai Cleaning Service dan Istruktur Bahasa Inggris ia tabung. Udin mengambil sertifikasi tambahan untuk menambah kredit dan nilai tambahnya. Setelah sejumlah sertifikasi tambahan Udin miliki. Udin menghadap ke Ibu yang sangat dicintainya. Udin minta restu. Udin ingin merantau.
Sahabat dan teman Udin rata rata sudah merantau ke sejumlah daerah di Nusantara. Ia tak mau hanya bekerja di kampung halaman. Tetangga dan sahabat Udin sudah banyak yang suskses setelah merantau. Sebuah proses yang berajalan alami yang telah berjalan cukup lama. Bahkan penduduk di kampung Udin terkenal sebagai perantau yang tersebar di sejumlah negara. Diaspora orang bugis makassar tersebar di Kalimantan, Papua, Jawa, Sumatra, Malaysia, Brunai hingga Arab Saudi.
Udin mendaftar jadi Koki pada sebuah Kapal Motor Lambelu. KM Lambelu melayani rute Sulawesi dan Kalimantan. Udin diterima. Yang mendaftar tidak banyak. Udin ada pengalaman sebagai pekerja di restoran makanya diterima. Udin bekerja selama setahun. Sesuai kontrak.
Pengalaman Udin bertambah. Namun cita citanya masih jauh. Udin ingin berkarir di perusahaan asing. Usai bekerja selama setahun di KM Lambelu. Udin menaikkan target. Ia ingin berkarir lebih tinggi lagi. Ia merasa sudah jenuh dengan pekerjaan lapangan dan selalu di suruh suruh.
Udin kembali minta restu Ibunya agar diijinkan merantau . Udin baca di Koran Harian Fajar kalau Batam adalah kota tujuan invrestasi yang sangat berkembang, memiliki banyak perusahaan asing. Udin merasa tertantang untuk mengadau nasib di sana. Ibunya merestui. Dan mendoakan agar sealalu menjaga diri dan menjadi orang yang berguna bagi orang lain.
*****
Pelabuhan Soekarno Hatta Makassar sangat ramai. Udin memegang tiket KM. Kelud yang akan membawanya ke Batam. Penumpang yang akan bepergian ada yang sibuk ngobrol, dan ada yang tertidur di kursi karena kelelahan. Udin memastikan tiket, dan Dompetnya. Ia tak mau lengah. Ia akan merantau sendirian ke Pulau Batam. Udin percaya diri karena sudah pernah bekerja selama setahun sebagi Koki di KM. Lambelu. Saat mahasiswa ia juga sudah sering jadi panitia dan mengikuti Seminar Nasional di Pulau Jawa.
Hari pertama perjalanan dengan kapal KM Kelud ditempuh selama 24 jam dari Makassar ke Tanjung Perak Surabaya. Udin membeli tiket kelas ekonomi. Udin mendapat tempat tidur yang strategis. Namun Udin kasihan dengan seorang Ibu dan bayinya yang tidak dapat tempat layak untuk istrahat. Udin memberikan tempatnya ke Ibu tersebut.
Udin memilih ke kantin kapal. Tempatnya asik. Pandangan lepas dan dekat dengan musollah Kapal. Di Kantin ia asik membaca buku. Udin hoby baca buku kala sedang sendiri atau menunggu. Saat di Kapal ia menjadikan buku sebagai sahabatnya melawan rasa bosan yang muncul.
Hari kedua perjalanan dari Surabaya ke Jakarta beberapa penumpang turun. Penumpang baru mengisi KM. Kelud. Udin berjumpa dengan rombongan tenaga kerja AKAD (Antar Kerja Antar Daerah) yang akan bekerja di Pulau Batam. Salah seorang diantara rombongan tenaga kerja tersebut minta tolong tukar uang ke Udin saat belanja di Kantin. Berawal dari situlah terjadi perkenalan.
Nama saya Dini. Saya beserta rombongan yang diterima bekerja di salah satu perusahaan di Kawasan Industri Batamindo Batam.
“Oh ya tujuan Abang ke mana?” Dini memanggil Udin dengan sebutan Abang karena usianya di atas Dini.
Udin juga memperkenalkan diri ke Dini. Tujuan saya juga Ke Batam. Mengadu nasib. Dini tampak percaya Udin. Dini menilai kalau Udin respek pada orang.
Dalam rombongan tenaga kerja AKAD juga ada kakak sepupu Dini. Nama kakak sepupu Dini adalah Neni. Neni menegur adik sepupunya agar tidak dekat dengan orang asing. Dini yang patuh pada Kakak sepupunya pun mohon diri dan meninggalkan Udin. Perkenalan mereka hanya berlangsung sepuluh puluh menit. Saat Dini beranjak pergi Udin kembali meneruskan membaca buku karya Anthony Robbins.
****
Hari ke tiga transit di Pelabuhan Tanjung Priok Jakarta. Sejumlah penumpang dari Surabaya dan Makassar turun. Penumpang baru yang menuju Batam dan Medan mengisi KM. Kelud. Suasana tak menyenangkan terjadi pada Dini. Dini panik. Ia kehilangan dompet. Ia bingung karena dompetnya berisi kartu identitas dan ATM.
Udin yang mendapat keluhan dari Dini ikut mencarinya. Setelah dua jam keliling area kapal. Mulai dari Mushola, Kantin, Toilet hingga tempat tidur. Hasilnya nihil. Dini menangis. Neni kakak sepupu Dini berusaha menghibur. Udin inisiatif. Ia menghubungi security dan meminta ijin melihat CCTV Kapal. Setelah melihat CCTV kapal ternyata hasilnya nihil.
Beberapa jam lamanya Udin mencari dompet dan tetap nihil. Dini manenagis sedih. Saat adzan duhur tiba. Udin menuju Musholla untuk melaksanakan kewajiban. Tanpa sengaja Udin melihat pengumuman di papan informasi Musholla. Ternyata ada beberapa barang ketinggalan di mushollah. Ada jam tangan, Hp dan Dompet. Udin lalu meminta Dini untuk mencocokkan dompet yang ada di mushollah. Dini meminta ijin ke pangurus Mushollah Kapal. Dan ternyata setelah di chek dompet tersebut adalah milik Dini. Rupanya Dini yang lalai. Terkahir ia meninggalkan Mushollah tak mengecek barang yang ia bawa. Ia saat itu terburu buru balik ke tempat tidur.
Meski Udin berhasil membantu Dini, Neni kakak sepupu Dini tak suka. Neni punya pengalaman berpacaran sama orang Bugis. Ketika itu Neni diduakan sama pacarnya. Neni putus dan tak percaya sama lelekai asal Bugis. Neni menyamakan kalau lelaki Bugis itu sama saja. Jago merayu wanita tapi tidak setia. Karena itu Neni yang pernah dikecewakan oleh pemuda Bugis tak respek pada Udin. Entah kenapa saat Udin berada di dekat Dini , Neni emosi dan meminta Dini menjauh.
****
Kota Obeng. Ternyata banyak sekali lulusan sarjana yang senasib dengan Udin. Fresh graduated. Mencari loker dan numpang hidup sama kerabat. Penduduk Kota Batam berasal dari panjuru Nusantara. Dinamika Kota Batam tak kalah dengan kota besar lainnya. Banyak orang sukses meraih cita citanya dan banyak juga yang tersingkir karena salah pergaulan.
Enam bulan sudah Udin belum menemukan pekerjaan yang layak. Udin masih bekerja secara serabutan. Pagi hingga siang ia Ngojek liar di Kawasan Industri Batamindo. Malam hari ia membantu kawannya bekerja warung tenda pinggir jalan di Simpang Dam. Udin sengaja bekerja di warung tenda. Meski tidak di bayar upah secara penuh seperti pekerja formal, tapi bisa makan dan tidak kelaparan.
Sekali kali Udin ikut main ke markas Karang Taruna Siaga Yudha I Batamindo. Udin punya teman di Komunitas Teater Gong. Udin suka menonton kawannya kala performnace art di Community Center. Udin kagum dengan anak anak Teater Gong yang tidak hanya jago acting dan main musik. Udin kagum dengan Boim. Anak PT Honfoong yang menguasai beberapa alat musik dan juga jago acting. Udin juga kagum dengan Sundari anak PT MKPI yang piawai saat membaca puisi. Udin ingin seperti mereka.
Udin tetap istiqomah memasukkan lamaran kerja di sejumlah perusahaan. Ia tak akan balik ke Makassar kalau belum sukses. Itu prinsip Udin. Namun nasib sial dialami Udin kala mengantar penumpang. Udin yang ngojek liar kena rasia petugas OKIB. Udin diminta untuk menurunkan penumpang. Udin dilarang beroperasi karena bukan member OKIB. Udin paham dan meminta maaf. Namun Udin kena denda administrasi membayar ke pengurus OKIB. Udin tidak punya uang. Malam hari Udin menuju Dormitory Dini di Blok N.
Hujan gerimis turun. Baju Udin basah. Angin bertiup kencang membuat tubuh Udin terasa kedinginan. Saat sampai di Dormitory Dini. Udin mengetuk pintu dorm pelan sambil mengucap kata selamat malam. Dini keluar dari kamar dan menemui Udin.
Udin menyampaikan tujuannya ke Dini meminjam duit. Neni yang mengetahui kedatangan Udin mendekat. Neni tetap tak respek dengan udin. “Hei Daeng masih berusaha mendekati adek aku ya. Mikir lah.” Kata Neni pedas.
“Pengangguran tak ada masa depan. Tak pantas dapat adekku. Sebaiknya jangan dekati lagi adekku ya. Lelaki yang tak ada masa depan tak layak dapat Dini. Jangan berani dekati anak perawan ya. Sebaiknya pulang saja. “ Neni berkata seolah menampar keras wajah Udin.
Udin menahan emosi. Ia berguman dalam hati, dasar Mak Lampir. Orang lagi susah malah di omelin.
Meski kakak sepupu Dini jutek ke Udin. Dini tetap berusaha ramah. Dini memberikan segelas teh hangat ke Udin. Udin membatalkan pinjam duit ke Dini. Ia tak nyaman. Habis minum teh hangat. Udin pamit. Menerobos gerimis yang masih awet. Gagal dah upaya pinjam duit ke Dini. Tapi Udin merasa lebih nyaman karena bisa lepas dari hadapan Mak Lampir Neni.
*****
Sudah seminggu Udin tak narik ojek liar di KIB. Ia malas kucing kucingan dengan petugas OKIB. Pemasukan Udin berkurang. Kerja sebagai asisten di warung tenda juga tidak menentu. Udin berusaha menenangkan diri. Ia mengambil air wudhu, mengambil alquran. Udin membaca beberapa ayat. Hati Udin kembali damai. Ia berdoa, lalu merebahkan badannya di kasur. Udin tidur nyeyak.
Esoknya usai mandi. Waktu di jam tangan Udin menunjukkan pukul 09.00. Ada panggilan masuk ke telpon rumah milik pemilik kontrakan. Udin sebelumnya minta ijin numpang alamat rumah dan telpon untuk keperluan mencari kerja. Sebuah panggilan mengikuti proses seleksi peneriamaan sebagai supervisor. Udin sangat senang. Doanya ternyata di dengar Tuhan. Udin langsung bersiap. Ia mengambil pakaian terbaiknya. Berpakaian rapi, rambut disisir, sepatu di semir.
Udin mengikuti rangkaian seleksi dari awal hingga akhir. Udin beruntung diterima sebagai supervisor yang membawahi dua line produksi. Udin bersyukur dan menghubungi ibunya di kampung halaman. Ibu Udin sangat senang karena cita cita anaknya terkabul.
Hari demi hari Udin lalui dengan mudah. Pengalaman berorganisasi jaman mahasiswa membuatnya disenangi oleh atasan dan anak buahnya. Udin sudah berubah penampilan. Ia tampak keren. Ia tak lagi kere. Penghasilnnya jauh besar dari gaji pertamnya saat bekerja di KM Lambelu beberapa tahun lalu. Prestasi Udin cepat meroket. Ia jadi kepercayaan Manager dan Plant Manager.
Saat makan siang. Udin memilih makan di Pujasera. Ia menggunakan uniform pabrik dan sangat tampan. Rambut potong pendek. Badanya wangi sudah kena parfum mahal. Sepatunya dari kulit dan mengkilat. Wajah Udin memancarkan sikap optimis. Ia makan satu meja dengan sejumlah expatriat.
Usai makan ia menuju meja kasir. Di Kasir ia tak sengaja berjumpa dengan Neni kakak sepupu Dini. Neni yang hendak membayar di tahan oleh Udin. Udin berkata ke kasir. Biar saya yang bayar buat Kakak ini. Udin berkata sopan ke kasir.
Udin melanjutkan, “ Kakak ini orang baik, saat saya berkunjung ke dormitorinya beberapa bulan lalu adiknya memberi saya Teh hangat.” Udin tersenyum hangat ke petugas kasir dan ke arah Neni.
Neni shock. Tak percaya dengan kejadian yang ia alami. Neni terdiam dan mulutnya tak bisa berkata kata. Neni sangat malu pada dirinya yang selama ini bersikap negatif pada Udin.
Udin meninggalkan pujasera, naik mobil van putih bersama sejumlah ekspatriat. Kembali ke tempat kerja. Neni tetap terdiam melihat Udin menaiki mobil hingga mobil van tersebut meninggalkan areal parkir pujasera.
Komentar Terbaru