Pencari kerja lulusan Sekolah Menengah hingga Universitas selalu bertambah. Data Agustus tahun 2014 menunjukkan jumlah pengangguran terbuka saat itu sebesar 7,3 juta jiwa. Pertumbuhan ekonomi tahun 2015 masih seputar 5,5 hingga 6 persen . Satu persen pertumbuhan ekonomi hanya mampu menyerap sekitar 275.000 tenaga kerja nasional. Tingkat inflasi sekitar empat persen. Pengangguran juga didominasi oleh usia produktif.
Oke! Apa yang mesti diperbuat. Di lapangan dunia industri membutuhkan Tenaga kerja yang mengerti skill (sebut teknisi) dari pada akademisi. Lantaran susah mendapat tenaga trampil di dalam negeri tidak heran perusahaan merekrut dari luar negeri. Toh gaji tenaga kerja dari luar negeri (India, bangladeh, Philpina) tak jauh beda dengan gaji tenaga kerja lokal.
Suatu hari saya berkunjung ke tempat pelatihan dan uji kompetensi untuk welder (berlokasi didaerah Bengkong Batam). Sang pemilik menceritakan sulitnya mendapatkan tenaga ahli. Namanya Pak Ishak. Syarat yang diminta oleh perusahaan sangat tinggi. Ada satu perusahaan yang meminta uji kompetensi di tempat Pak Ishak, dari empat puluh calon yang ikut uji kompetensi kadang hanya ada dua yang lulus. Padahal perusahaan telah membayar mahal untuk uji kompetensi tersebut. User tak peduli dengan biaya yang dikeluarkan asalkan mendapatkan tenaga kerja yang sesuai kebutuhan.
Para calon tenaga kerja yang ikut uji kompetensi tersebut bila lulus akan direkrut dan akan dipercaya untuk mengerjakan proyek yang membutuhkan skill yang tinggi. Beberapa calon yang ikut uji kompetensi adalah orang orang berpengalaman dan memeiliki sejumlah sertifikat welding. namun bukan jaminan diterima bila pada uji kompetensi yang di lakukan perusahaan tidak sesuai dengan spesifikasi yang dikehendaki. Ceritanya, ijazah hanya satu syarat saja untuk ikut proses penerimaan tenaga kerja. Ijazah bukan jaminan.
Satu lagi yang perlu diperhatikan para pencari kerja. Teknologi sangat cepat berkembang. Saat kompetensi khsusunya skill sedang diperdalam, di luar sana kompetisi perusahaan makin cepat melaju. Perusahaan tak mau rugi. Perusahaan terus melakukan inovasi. Tim Litbang terus berpikir keras membuat produk yang berteknologi tinggi dan harga terjangkau. Siapa yang memiliki inovasi tercepat dan diterima pasar maka siap siaplah perusahaan itu menjadi pemimpin.
Apa jadinya bila calon pencari kerja hanya membanggakan kompetensinya hanya dari sisi akademisi (teori) tanpa ditunjang dengan skill yang up to date. Bahasa alaynya bilang, “helooww”.
Seorang sahabat penulis. Berlatar belakang pendidikan juru masak. Jago bahasa asing. Telah bekerja di beberapa
tempat. Dalam dan luar negeri. Sahabat sadar akan perubahan yang berlangsung cepat. Kompetensi yang ditekuni tidak dibatasi hanya dari sisi pariwisata. Berbagai skill dirambah. Dia belajar tentang Safety, Quality, Industrial Relation, CSR, Manajemen Mutu. Nah ceritanya, ketika sanga sahabat melakukan uji test penerimaan karyawan di perusahaan selalu mendapat prioritas untuk dipanggil oleh perusahaan untuk wawancara kerja. Dengan begitu Sang Sahabat selalu mengikuti (tes dan ukur) perkembangan nilai jualnya di pasar kerja. Boleh ditiru nih.
Change mungkin itu kata yang tepat untuk menjawab tantangan jaman. Tidak ada yang tidak berubah kecuali Tuhan dan perubahan itu sendiri. Selebihnya berubah. Karena itu jangan terjebak dengan model , teori, skill yang sudah usang. Kata Rhenald Kasali, Jangan menjadi generasi Fix Mindset. Berfokuslah pada Growth Mindset. Karena itu jangan pernah lulus. Karena orang yang sudah lulus cenderung berhenti belajar.
Komentar Terbaru